Pungutan Ekspor Diterapkan Kembali, Gapki: Tidak Macela

BERITA - JAKARTA. Pemerintah kembali menerapkan pungutan ekspor terhadap produk sawit sejak 16 November lantas. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengtindakan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan pengtindakan sawit tak mempermakhilafkan hal terbilang. Pasalnya harga sawit kini sudah lebih tidak emosi ketimbang sebelumnya.
"Tidak maalpa karena memang harga sudah naik dibandingkan sebelumnya, waktu itu harga Rotterdam sempat dalam bawah US$ 900. Hari ini harga sekitar US$1.000," kata Eddy, Senin (12/12).
Ke depan Eddy mengatakan, Gapki berharap kebijakan yang ada terus mendukung industri sawit. Pasalnya bagi Eddy, industri sawit merupakan cela satu industri andalan demi perekonomian Indonesia.
Maka kebijakan yang pro terhadap industri ini dibutuhkan. Terlebih masih adanya serangan daripada luar terhadap sawit Indonesia yang tidak pernah berhenti.
Bahkan Eddy mengatakan, dengan adanya sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) belum lagi menghentikan kampanye buruk terhadap sawit Indonesia.
Ia menyebut memakai penerapan pungutan ekspor CPO sebelumnya, sangat membantu mendorong ekspor. Hal itu lantaran harga CPO Indonesia dalam kompetitif.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menjelaskan, pembebasan pungutan ekspor ditujukan secara mendorong harga tandan buah anyar (TBS) dempet jauh didalam negeri beserta pun mendorong ekspor CPO.
Maka ia menilai, perlu tidaknya pembebasan pungutan ekspor mesti berdasarkan dua indikator tercatat.
"Jika melihat mengenai TBS saat ini di beberapa provinsi memang ada yang telah mengalami kenaikan lagi tentu kalau kita melihat mengenai dukungan petani kelapa sawit ini menandakan bahwa kebijakan ini cocok menjumpai memastikan harga TBS itu mengalami kenaikan," kata Yusuf.
Namun Ia mengingatkan, perlu dipastikan doang kenaikan ketimbang TBS telah merata di seluruh sentra area lahan sawit di Indonesia. Serta memastikan kenaikannya sudah mencapai target yang disepakati sebab pemerintah bersama doang petani.
"Jika ternyata kenaikannya ini sudah relatif agung dan bisa diterima bagi teman-teman petani maka menurut saya kebijakan ini segera bisa tidak dilanjutkan," kata Yusuf.
Demikian pula, bersama indikator kinerja ekspor. Apabila sudah terjadi kenaikan ekspor CPO bersama adanya kebijakan tersebut bersama setara target, maka tak makeliru jika levy nol dihentikan.
Cek Berita maka Artikel yang lain di Google News